“Wah saya pikir kedai ini sudah berdiri sejak jaman Belanda, rupanya baru ditahun 2011 ya?”
Kurang lebih demikian ungkapan yang terdengar dari beberapa pelanggan yang baru memasuki kedai Tjikini 17. Sebuah kedai di ruas jalan Cikini Raya yang desain fasad maupun interiornya mengingatkan pada cafe-cafe legendaris seperti Es Krim Ragusa di Veteran, Tip Top di Medan, Toko Oen di Malang atau Toko You di Bandung. Namun nama-nama yang disebut belakangan adalah cafe-cafe yang rata-rata berdiri lebih dari 50 tahun yang lalu, sementara Tjikini 17 berdiri di tahun 2011.
Didirikan oleh empat orang teman yaitu Dharmawan Handonowarih, Heni Wiradimadja, Leo Fabian, dan Puteri. Mereka waktu itu ingin membangun ‘kedai’ dimana orang-orang bisa berkumpul, berukar pikiran sambil ngopi dan makan.
“Kebetulan gue suka makan dan masak, kepikir untuk jual konsep makanan rumah, karena masakan rumah itu selalu dikangenin” kenang pak Dharmawan akan ide awal Tjikini 17 ini berdiri. “Kemudian kita bikin masakan yang jujur, dengan bahan-bahan yang baik, yang dibuat dengan baik, tidak pakai zat pengawet, pewarna atau macam-macam – kayak kalau kita bikin masakan dirumah kan ya seperti itu” lanjutnya.
“Kita bikin masakan Indonesia, karena lidah kita ga bisa bohong kan?, balik-balik kita pasti pilih soto, gado-gado, es jeruk, es cingcau atau rawon”. Ungkap pak Dharmawan mengenai alasannya memilih konsep masakan Indonesia.
Maka itu di kedai ini kita bisa menemukan berbagai menu andalan dari penjuru Indonesia, seperti Mi Godog Jawa, Nasi Goreng Belacan, Lontong Cap Gomeh, Sup Pindang Iga, Sayur Bening Sambel Tempe, Pindang Bandeng sampai Galantin. Menu-menu khas Indonesia ini bersanding dengan baik pula dengan pilihan biji-biji kopi Nusantara yang bisa dinikmati di kedai Tjikini 17 ini.
Awalnya Kedai Tjikini17 ini menjual berbagai macam single origin dari penjuru Nusantara, namun demikian setelah melewati berbagai seleksi, saat ini hanya ada Aceh Gayo, Toraja, Lintong dan houseblend. Namun demikian setiap bulan ada “Coffee of the month” yang adalah pilihan biji kopi single origin lain dari penyangrai lain.
Pak Dharmawan sendiri sebagai pengelola kedai ini mengaku menyukai rasa dan aroma dari biji kopi Lintong.
“Semula saya tidak terlalu suka dengan kopi. Saya tertarik dengan kopi setelah baca-baca, jalan-jalan ke beberapa tempat, mencicipi kopi – termasuk dari toko-toko kopi tua – dan melihat proses sangrainya. Sungguh menarik!” Ucap pemuda kelahiran tahun 1968 ini sambil menikmati secangkir kopi yang baru diseduh manual menggunakan biji kopi Lintong favoritnya.
Kedai Tjikini 17
Jl. Cikini Raya no.17
Instagram @tjikini